KEMAJUAN MAULID NABI

Nusaresearch

Sunday 17 February 2013

KEMAJUAN MAULID NABI

Dunia ini dipenuhi paradok. Tidak selinear yang diingini otak manusia. Keanehan itu bukti eksistensi Tuhan. Kita berusaha, namun allah yang menentukan kejutan – kejutan untuk diri kita. Semakin menua manusia, pasti semakin memahami kuasa lain di luar dirinya. Manusia yang lurus fitrahnya, pasti sada kuasa Takdir atas dirinya. Seperti lebih sering rejeki manusia meleset ke tempat lain, di luar rekayasa sama sekali. Atas fenomena ketidakberkuasaan inilah, seharusnya manusia ber-Tuhan, bertauhid, ber-Islam, dan menyerah.



Paradok yang sama, terjadi pada kasus Maulid Nabi. Hari ini masih terasa, Maulid Nabi dihajar di mimbar-mimbar, melalui buku-buku ‘pengecut’ hingga dosa merayakan Maulid dilabeli lebih berdosa dari berzina, membunuh, dan merampok. Namun, proyek besar untuk membunuh Maulid nabi dengan dana menggunung 10 (sepuluh) tahun terakhir, hanya melahirkan takdir lain. Tiba-tiba Maulid booming. Jauh lebih semarak, dari peringatan Maulid yang telah ada.

Kasus serupa terjadi di Amerika Serikat. Kampanye media Barat yang melabeli Islam sebagai teroris, ternyata berbuah lain. Tiba-tiba, jumlah muslim Amerika melonjak. Mereka yang mampu berfikir sederhana dan benar, akan melakukan konfirmasi atas sebuah isu. Islam adalah agama teroris, benarkah? Adakah agama yang mengajarkan kebencian dan pembunuhan massal? Kemudian, Al-Qur’an menjadi buku paling diburu di Amerika. Warga amerika, kemudian aktif di internet, membaca tulisan-tulisan ulama-ulama islam, dari Timur Tengah hingga Indonesia. Akhirnya, mereka memperoleh jawaban-jawaban mandiri. Jawaban objektif, bukan percaya semata pada propaganda. Tidak benar, Islam adalah Osama bin Ladin. Tidak benar, islam mengajarkan bom bunuh diri. Komfirmasi itu memberikan keyakinan, bahwa Osama (dan para teroris lainnya) telah memahami islam dengan keliru. Islam yang diabdikan untuk kepentingan politik dan kekuasaan semata. Politik yang bermain-main fatwa dengan wahyu Tuhan, memanipulasi untuk menghalalkan tumbal yang diinginkan.

Efek samping dari ‘kegilaan’ membaca itu jelas, warga Amerika kemudian mengenal konsep tauhid, dan jatuh cinta dengan Islam. Para muallaf ini ber-Islam dengan perenungan panjang dan mendalam.

Kira-kira, demikianlah yang terjadi dengan Maulid Nabi. Benarkah, Maulid Nabi media kesyirikan, sehingga pelantun syair Maulid lebih menjijikkan dari seorang pezina? Bagi yang mampu berfikir sederhana dan benar, dia akan melakukan konfirmasi kepada puluhan ribu pesantren di Nusantara yang melazimi Maulid. Masih ada, puluhan ribu kiai yang menjadi juru bucara Maulid Nabi. Betapa dangkalnya manusia yang percaya pada tuduhan sepihak dan lupa ajaran bertabayyun.

Alhamdulillah, itulah yang dilakukan oleh berbagai harakan (gerakan) Islamiyah di kampus-kampus. Bukan rahasia lagi, jika aktivis-aktivis dakwah kampus banyak termakan virus wahabi, ikut-ikutan melabeli Maulid Nabi bid’ah, syirik, dan sesat. Namun itu dulu, kini aktivis-aktivis kampus itu jauh lebih cerdas. Mereka telah rela mengucapkan ahlan wa sahlan, memberikan ruang Maulid Nabi masuk masjid-masjid kampus.

Rasanya, aneh jika ada aktivis kampus yang masih memfinalkan Maulid nabi adalah adalab bid’ah dholalah dalam hal agama. Dia akan tampak aneh (bodoh), saat partai politik terbesar aktivis harakah Islamiyah (aktivis kampus) dengan lugas menyatakan dukungan terhadap Maulid nabi, dan membuka ruang bagi kader-kader politiknya untuk merayakannya. Partai harakah sendiri dengan percaya diri menyatakan berburu pemilih dari warga NU (Pengamal Maulid). Jawabannya jelas, Maulid Nabi akan menjadi salah satu media kampanye.

Kita semua wajib bersyukur. Gerakan dakwah dengan basis Mahasiswa bergerak menunjukkan watak cerdasnya, tidak terkungkung oleh sebuah doktrin keagamaan yang diabdikan membunuh paham keagamaan lainnya. Aktivis mahasiswa Islam masih memiliki kemampuan menjaga fitrah diri, untuk berfikir sederhana dan benar.

Dari sisi konten acara, perayaan Maulid Nabi menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Yang biasa menggelar peringatan Maulid Nabi sekedar pengajian ringan seperti yang diteladankan Mantan Presiden Soeharto, kini bergerak dengan membaca Barzanji dan Ratib. Tak terkecuali presiden SBY, yang penuh percaya diri merayakan Maulid Nabi bersama Majelis Rasulullah yang diasuh Habib Munzir al-Musawa. Presiden pun khusuk bersama lantunan Ratib-Ratib Maulid.

Memang, khusus untuk SBY, para Pecinta Maulid harus membalas SBY dengan doa sehat dan panjang umur. Di tengah upaya pembunuhan sistematis terhadap Maulid, Presiden SBY menghadangnya dengan Majelis Dzikir SBY. Terlepas, dari kecurigaan kepentingan politik di dalamnya, nama SBY adalah basyiron bagi maulid itu sendiri. Dia, salah satu pendekar Maulid.

NU – Rumah Besar Pecinta Nabi



Memang, Maulid tidak boleh dibubarkan. Maulid, salah satu budaya besar bangsa ini. Dia harus dirawat dan dilindungi, seperti Batik yang kita bela mati-matian. Jika dia hilang, maka ada bagian Indonesia yang hilang. Maka, yang bercita-cita membunuh Maulid, dia pastilah orang-orang baru, yang mencita-citakan Indonesia baru, Indonesia yang belum jelas wajahnya. Indonensia tanpa kata Maulid, tanpa kata milad, tanpa kata Ulang Tahun? Mungkinkah?

Keterlaluan seorang ibu yang menanti-nanti sebuah tanggal lahir putrinya, namun lupa menyebut nama Muhammad saat 12 Rabiul Awwal tiba. Lebih keterlaluan seorang syaikh yang merayakan Milad Yayasan miliknya dengan wah, namun lupa tentang kelahiran Nabi-nya.

“Dan tidak patut (pula) bagi mereka yang lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul”(At-Taubah, 120)

Maulid Nabi, hanyalah sebuah pilihan bagi setiap kita, untuk tetap memelihara frasa ulang tahun, atau menghapusnya. Tapi persoalannya, atas nama keindonesiaan, menghapusnya terasa mustahil. Bukankah Kanjeng Nabi, tidak mengadakan perayaan peringatan atas Piagam Madinah, pertanda proklamasi berdirinya Negara Madinah? Tidak pula peringatan Perang Badar, Uhud, Khandaq, dan Fathul Makkah. Tidak ada Hari Pahlawan di saat islam melahirkan para pahlawan yang paling ikhlas. Para Pahlawan yang ditazkiyah oleh Al-Qur’an sendiri. Pahlawan-pahlawan yang digaransi masuk surga oleh lisan Kanjeng Nabi.

Silahkan, bagi yang ingin menghapusnya tapi dengan dua catatan. Pertama, hormati kami yang ingin memelihara frasa ulang tahun (maulid) dalam diri dan kehidupan bumi . konsekuensinya, masjid-masjid milik umat tidak boleh tutup untuk kegiatan Maulid. Jika ditutup, masjid itu telah menjadi milik takmir semata. Umat boleh unjuk rasa, untuk menuntut haknya. Terlebih, jika takmir adalah orang-orang baru yang jasanya minimalis dalam pembangunan masjid. Masjid wajib mengakomodir setiap kepentingan umat. Masjid tidak boleh menjadi tanda proklamasi perpecahan, menggusur sebagian umat Islam yang lain.

Kedua, konsistensi dalam pilihan itu. Yang jelas SBY sadar tidak dapat memilih pilihan penghapusan itu. Setiap 17 Agustus, dia harus berdiri membacakan ulang teks Proklamasi, meniru Bung Karno. Memang, kanjeng nabi tidak pernah memberikan teladan dengan membaca ulang Piagam Madinah setiap tahun. Demikian pula, 4 (empat) khalifah yang mendapat petunjuk tidak menggelar apel dan meniruKanjeng Nabi membaca teks Piagam Madinah. Tapi, Insya Allah kita masih akan mendapati berdesakan ayat dan hadits sebagai dalil. Argumen dan sunnah qauliyah (ucapan) dan taqririyah (rekomendasi) kanjeng nabi.

Setidaknya, kami hanya tidak ingin kalah dengan Abu lahab (yang dikisahkan dalam Shahih bukhari) yang gembira atas kelahiran keponakannya, Muhammad SAW, hingga rela membebaskan budaknya, Tsuwaibah. Uniknya, atas kegembiraan ini, Abu Lahab mendapat syafaat diringankan siksanya setiap hari senin. Kami hanya ingin mendapat bagian syafaat dengan kegembiraan, bersholawat di hari lahir Kanjeng Nabi.

Akhirnya, Allah sendiri yang menjaga Al-Qur,an dan (Insya Allah) menjaga Maulid dan makar sehebat apapun. Kami tak ingin lupa bersholawat di hari paling istimewa. Bahkan, kami ingin melawan lupa, tidak boleh terlewat bergembira seperti Abu Lahab. (Arif Armani)

SUARA SANTRI

Edisi 93 – Tahun IV – RABIUL AWWAL 1434 H
JANUARI 2013

No comments:

Post a Comment